BATUBARA_Sikapnews.com Kamis, 22 Februari 2024
Celenah celeneh di shubuh hari, sambil menunggu sang fajar hadir. Tangan ditopang pada meja berkarat, bagaikan besi tua yang tidak pernah disentuh warna dan zat minyak sebagai pemanis mata ketika memandang.
Apakah benar seorang pemimpin sekaligus pendidik harus memiliki jiwa kooperatif?
Rumah belajar yang sering disebut tempat belajar, dari zaman dulu hingga saat ini masih jadi Fokus utama bagi anak-anak bangsa demi menyalurkan bakat serta inspirasi untuk mengarungi cita-cita.
Tanpa bosan, tiga tahun berturut-turut memandang bangunan yang sama, tanpa seni ukir yang indah, bahkan lawan bicara yang sama.
Itu lah wadah dengan takaran tertinggi 80 persen dapat meraih cita-cita.
Bahkan, menambah untuk genapnya angka 20 persen menjadi seratus, biasa direbut jika melanjuti kursi kebebasan dalam belajar atau yang disebut Mahasiswa.
Sebab, Mahasiswa tidak punya bapak asuh atau ibu asuh yang akan memarahinya ketika tidak masuk kelas belajar di salah satu mata kuliah, seperti saat duduk di Sekolah negeri papan atas waktu itu.
Berbicara Sekolah negeri papan atas, itu pasti bertujuan ke jarum Dinas Pendidikan Provinsi.
“Provinsi Mana, ya di setiap provinsi di Indonesia lah”
Pasalnya, pemerintah Kabupaten/kota sudah memberikan oleh-oleh itu sejak tahun 2017, sesuai amanat Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
Dijelaskan bahwa dalam amanat itu Pengelolahan Sekolah Menengah Kejuruan diambil alih oleh pemerintah Provinsi, termasuk Sekolah negeri papan atas dekat pada Perusahaan ternama yang bergerak dibidang aluminium.
Rutenya, sebelum gerbang inti perusahaan belok kiri, dan melangkangkan kaki sejauh 100 meter tujuan anda sebelah kanan, ungkapan Google Maps ketika diminta keterangan lokasi.
Sekolah itu tergolong sederhana, bangunan juga terlihat tidak begitu mewah, dari setiap sudut Sekolah itu pun masih terlihat minim imajinasi yang condong ke karya seni.
Wajar saja Sekolah itu terlihat signifikan, sebab, Sekolah negeri papan atas tersebut memiliki rombongan belajar yang sangat sedikit.
“MUNGKIN itu hanya menurut orang nomor satu di Sekolah negeri papan atas itu”.
Rombongannya dengan jumlah sedikit ialah 312 kaum Adam yang pejantan tangguh dan 607 peserta didik Kaum hawa yang feminim.
Mungkin saja dari sedikit itu orang nomor satu di Sekolah tidak menerima tamu tanpa perjanjian terlebih dahulu.
Atau takut berikan secangkir air mineral sebagai suguhan tetamu yang datang, karena sedikitnya rombongan belajar. Lantas, peluru-peluru pembelanjaan air mineral itu dari mana jika rombongan belajar sedikit.
“Betul juga sih, kalau rombongan sedikit, makan minum dari mana, masa dari kantong sendiri”
“Oh ternyata, orang nomor satu itu putra asli Batubara lo, mungkin ari-ari bayinya ditanam di Negeri Melayu ini”
“Tapi sayang, meski pemimpinnya asli putra daerah, itu bukan cerita bahagia bagi para pencari berita”
Apalagi dari jejak rekam pimpinan itu menegaskan di aplikasi terkini “Kami tidak perlu media lokal”.
Lantas, Dana Bantuan Operasional Sekolah dengan jumlah rombongan belajar 919 kemana.
Ditanya Mobiler tidak ada pembelanjaan pada TA 2024, lanjut perbincangan soal buku Pimpinan itu diam seribu bahasa.
Apakah pembelajaan buku pada TA 2024 sama seperti Mobiler, jika benar, Bantuan Operasional Sekolah itu mau dibawa kemana dengan rombongan belajar 919 peserta didik.
“Tapi percuma, indikasi tebang pilih ada”
“Contoh pimpinan yang tidak kooperatif”
Ayok lah pimpinan, bangun Negeri Melayu ini dengan kejujuran, keperdulian terhadap pendidikan, Fasilitas seperti sarana dan prasarana harus direalisasi tanpa ada kata fiktif.
“Jika hanya duduk saja, pemain cadangan masih tersedia”
Indikasi penyimpangan jangan terdengar. kenapa, rakyat kini semakin kelihatan sulit dalam perekonomian, rakyat akan marah jika ada Aparatur Sipil Negeri “yang ga beres tingkahnya”.
Disamping itu, pimpinan harus ingat, ini sebuah Opini, Kooperatif, bukan Oposisi apalagi intimidasi, bahkan disetiap kata dalam tulisan ini menggiring ke arah ujaran kebencian, oh tidak.
Tapi, saat ini terlihat pimpinan tergolong hebat. Kenapa, karena 45 peserta didik lulus di perguruan tinggi dari 919 rombongan belajar yang ada di tahun 2023. (adn)