KETIKA PARA PENENTANG ISLAM MENDENGARKAN KETAKJUBAN AL-QUR’AN

Foto : Aswan Nasution

Sikapnews.com
KETIKA PARA PENENTANG ISLAM MENDENGARKAN KETAKJUBAN
AL-QUR’AN
Oleh:
 Aswan Nasution
Purna Bakti Kementrian Agama RI – Nusa Tenggara Barat

“Thaahaa. Kami tidak menurunkan Al Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah; tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut [kepada Allah],” [QS. Taahaa: 1-3].

Bacaan Lainnya

SUNGGUH sangat besar permusuhan Abu Jahal terhadap umat Islam, khususnya kepada baginda Nabi. 

Permusuhan ini membuatnya melakukan aksi penyiksaan terhadap kaum muslimin dan penyusunan makar. Termasuk rencana membinasakan Rasulullah Shalalallahu ‘Alaihi Wasssalam via persekutuan antar kabilah, sebelum terjadinya hijrah.

Meski demikian, diam-diam ia mencuri waktu untuk mendengarkan ketakjuban Al-Qur’an. Pada suatu malam, Abu Jahal tak mampu menahan diri mendengarkan lantunan al-Qur’an Rasulullah SAW. Maka di tengah gelap malam mengendap-endaplah ia di rumah Rasulullah SAW supaya tidak terpergok.

Lama ia mendengarkan lantunan kalamullah yang keluar dari lisan Nabi-Nya yang agung. Merasa cukup, ia pun kembali ke rumah. 

Sama seperti awal keberangkatan, pulangnya pun sembunyi-sembunyi. Di luar dugaan, di tengah kehati-hatiannya itu justru berpergokan dengan dua tokoh Quraisy lain, Abu Sufyan dan al-Akhnas bin Syuraiq.  

Seperti halnya dengan Abu Jahal, keduanya juga diam-diam mencuri-curi untuk mendengarkan Rasulullah SAW mengaji.

Singkat kisah, ketiganya akhirnya bersepakat untuk tidak mengulangi perbuatan. Tapi apa lacur, kerinduan mereka terhadap lantunan ngaji Nabi mengusik ketenangan mereka di tengah sunyinya malam. 

Saat itu masing-masing mereka telah menyimpulkan bahwa mereka tidak mungkin kembali hadir ke rumah Rasulullah SAW, karena sudah mengingat janji tidak kesana. 

Maka berangkatlah masing-masing dari rumah untuk mendengarkan lantunan ngaji Rasulullah SAW. 

Sama dengan peristiwa malam pertama, mereka saling bertemu, yang  akhirnya semakin menumbuhkan rasa malu dalam diri mereka. 

Kembali kesepakatan dibuat, Tapi ketika malam telah menyelimuti bumi, kembali mereka pergi ke rumah Rasullah SAW, dengan harapan teman yang lain tidak bertandang, karena sudah mengikat janji kedua kalinya. 

Tapi nyatanya mereka saling bersua. Akhirnya mereka saling menyalahkan satu sama lain.

Kejadian ini menimbulkan pertanyaan dalam diri al-Akhnas bin Syuraiq, hingga memancingnya untuk menuturkan kepada kedua sahabatnya yang lain. Dimulai dengan menemui Abu Sufyan. Keduanya mengucapkan perasaan yang sama akan ketertarikannya terhadap al-Qur’an. 

Tapi ketika hal senada disampaikan kepada Abu Jahal, gembong kafir Quraisy ini mengingkari akan ketakjubannya. Ia justru mengungkap persaingan yang tengah terjadi pada umat Islam dengan orang-orang Quraisy.

PETUNJUK ALLAH BERSEMAI

Adalah Umar bin Khatab. Semasa masih kafir dan belum mendapat hidayah, ia merasakan tidak ada yang paling dimusuhinya kecuali Muhammad SAW yang dianggapnya sebagai pembelah umat. Pedang dihunus untuk melibas batang leher Rasulullah. 

Takdir Allah berkata lain, di tengah perjalanan, ia bertemu seseorang yang menyatakan adik dan iparnya telah memeluk Islam.

Bukan main marahnya mendengar berita itu, sehingga secepat kilat langsung mengalihkan langkah ke rumah saudarinya. Sampai dihalaman rumah, samar-samar ia mendengar lantunan ayat al-Qur’an dari dalam.

Sepintas ia terkesima. Tapi api marah masih menguasai diri. Setelah menggedor pintu dan dibukakan, maka langsung ia melabrak sang adik.

Darah keluar dari pipi sang adik, sehingga membuatnya tertegun. Di tengah kekikukkan, ia meminta ditunjukkan ‘lembaran’ yang didengarnya dari luar rumah.

Mulanya sang adik menolak, dan kemudian meminta Umar terlebih dahulu menyucikan diri. Selesai itu, lembaran itu pun berpindah tangan pada Umar: Yang dibacanya saat itu adalah Surat ‘Thaahaa’. Umar jauh lebih beruntung dari nasib yang melanda Abu Jahal. 

Sebabnya, di tengah ketakjubannya membaca ayat-ayat Allah, petunjuk Allah pun bersemai di sanubarinya. Ia pun akhirnya masuk Islam.

BAGAIMANA HAL KITA …?

Seharusnya, kita umat Islam memiliki keterpikatan berlipat-lipat terhadap al-Qur’an, melebihi para penentang itu. Kerinduan untuk membaca dan mengkajinya, haruslah lebih tinggi.

Sebab, kita meyakini dan mengimani al-Qur’an sebagai kitab suci, yang berfungsi  sebagai petunjuk orang-orang yang beriman dan akan memberi syafaat kepada para pengkajinya di akhirat kelak.

Menjadi hal sangat janggal bila ada orang mengaku muslim/mukmin, tapi alpa mengkaji atau bahkan sekadar membaca al-Qur’an. Ia kurang menikmati ‘hidangan’ yang tersaji di dalamnya. Bahkan, tampil sebagai pengkritisi. Ada persoalan dengan keimanan di sana. 

Bila kondisi ini yang menerpa diri, bersegeralah berburu penawarnya,dengan beristighfar dan bertaubat sebelum terlambat. Allahumma irhamna bil -qur’an. Wallahu ‘Alam bisshawab.

Pos terkait